Cari Blog Ini

Senin, 17 Oktober 2011

JIKA HIV MENYERANG IBU HAMIL

 

 HIV AIDS....

pasti yang mendengar "nama" itu, akan ketakutan. bahkan apabila ada pasangan yang terkena HIV AIDS, akan dijauhi atau di isolasi karena khawatir tertular. Sebegitu seramnya "nama" itu. bagaimana jika HIV mengincar dan menjangkiti ibu hamil??????

 

 

INFEKSI HIV dalam KEHAMILAN

PENDAHULUAN

Gallo dan Montagnier (2003) : Mengemukakan bahwa sindroma acquired immunodeficiency ini dikenal pertamakali tahun 1987 pada sekelompok penderita yang mengalami gangguan pada imunitas seluler dan menderita infeksi Pneumocystis carini.
Steinbrook dkk (2004) : pada tahun 2003 jumlah penderita AIDS diperkirakan 40 juta dengan tambahan 5 juta kasus baru pertahun serta angka kematian yang berhubungan dengan HIV-AIDS sekitar 3 juta jiwa pertahun.
Centre for Disease Control and Preventions (2002b) memperkirakan bahwa di US pada tahun 2001 terdapat 1.3 – 1.4 juta pasien yang terinfeksi oleh HIV dan lebih dari 500.000 juta diantaranya meninggal dunia.
Centre for Disease Control and Preventions (2004) mengemukakan bahwa ⅓ kasus HIV-AID berasal dari penularan heteroseksual.
10 tahun terakhir ini, transmisi perinatal menurun sebanyak 90%.
Saat ini, dengan adanya terapi antiretroviral yang sangat efektif dapat meningkatkan angka kehidupan penderita infeksi HIV yang kronis.



ETIOLOGI:
Penyebab AID adalah retrovirus DNA yang disebut Human immunodeficiency viruses, HIV-1 dan HIV-2
Sebagian besar kasus yang ada disebabkan oleh infeksi HIV-1 yang penularannya menyerupai penularan virus Hepatitis B dan penularan seksual merupakan jenis penularan HIV-AID yang utama.
Virus juga dapat ditularkan melalui bahan yang terkontaminasi oleh darah dan ibu hamil dapat menularkan infeksi HIV pada janin yang dikandungnya.


PATOGENESIS
Proses imuno-supresi menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan neoplasma.
Target utama adalah Thymus-derived lymphocytes (T- lymphocytes) , yang secara fenotipikal disebut sebagai CD4 surface antigen. CD4 site bertindak sebagai reseptor virus.
Sheffield dkk (2005) menyatakan bahwa agar dapat terjadi infeksi diperlukan “co-receptor” dan untuk itu dikenal adanya 2 jenis chemokine receptor yaitu CCR 5 dan CXCR4.
Setelah infeksi pertama, tingkat viremia segera merosot sampai titik tertentu dan pasien dengan beban virus terbesar saat itu dengan cepat mengalami AID dan meninggal.
Selama beberapa waktu, jumlah sel T merosot secara tajam sehingga terlihat gejala imunosupresi.
Kehamilan diperkirakan berakibat minimal terhadap CD4+ , jumlah sel T dan jumlah HIV-RNA. Kenyataan adalah bahwa jumlah HIV-RNA meningkat pada 6 bulan pasca persalinan dibandingkan dengan jumlah sebelum kehamilan.
Makrofag-monosit juga terinfeksi dan infeksi sel mikroglia otak dapat menyebabkan kelainan neuropsikiatri pada pasien yang terinfeksi HIV. Selain itu tercatat pula kejadian Kaposi sarcoma, Lymphoma B-cell dan non-Hodgkin dan sejumlah bentuk karsinoma lain.



MANIFESTASI KLINIK
Periode inkubasi dari beberapa hari sampai beberapa minggu.
Infeksi akut menyerupai sindroma infeksi virus lain dan umumnya berakhir dalam waktu 10 hari.

Gejala utama :
  1. Demam,
  2. Keringat malam hari,
  3. Lesu,
  4. Ruam,
  5. Nyeri kepala,
  6. Lymphadenopathia,
  7. Pharyngitis,
  8. Nyeri otot,
  9. Gejala GI tract : mual dan muntah serta diare.
Fauci (2003) : Setelah gejala mereda, titik balik viremia mulai terjadi. Rangsangan yang dapat menyebabkan progresivitas dari viremia asimptomatik menjadi simptomatik tidak jelas, tetapi diperkirakan memerlukan waktu sampai 10 tahun.

Infeksi oportunistik yang sering menyertai HIV-AID :
  1. Kandidiasis paru dan esofagus
  2. Herpes zoster atau herpes simplex persisten
  3. Kondiloma akuminata
  4. Tuberkulosis
  5. Pneumonia cytomegalovirus
  6. Retinitis
  7. Penyakit Gastrointestinal
  8. Moluscum contagiousum
  9. Pneumonia pneumocystis
Gejala lain yang sering menyertai AID : gejala neuropsikiatrik

Diagnosa definitif AID : jumlah CD4+ < 200 / mm3

Tes Serologis
  • Protokol pemeriksaan yang baku adalah dengan menggunakan EIA ( enzym immuno-assay ).
  • Tes skrining yang dilakukan berulangkali dapat menghasilkan sensitivitas sebesar 99.5%.
    Konfirmasi hasil tes positif dilakukan dengan menggunakan immuno-fluoresence assay (IFA).
  • Rapid tes dapat dikerjakan dengan senisitivitas tinggi dan hasilnya dapat diperoleh dalam waktu 10 – 60 menit sehingga dapat dikerjakan pada saat ANC pada usia kehamilan lanjut atau saat persalinan sehingga pemberian profilaksis antiretroviral dapat segera dikerjakan.

TRANSMISI PERINATAL
  1. Mekanisme transmisi virus perinatal
    • Invasi langsung pada trofoblas dan vili chorialis.
    • Masuknya limfosit maternal yang terinfeksi kedalam sirkulasi janin.
    • Infeksi oleh sel dengan reseptor CD4 dalam vili chorialis dan sel endothel villi.
  2. Peran plasenta dalam proses transmisi virus
    • Pemeriksaan invitro menunjukkan bahwa HIV-1 dapat melakukan infeksi pada trofoblas manusia dan sel Hofbauer pada setiap usia kehamilan
    • Tidak jelas apakah infeksi HIV-1 pada plasenta dapat memfasilitasi infeksi HIV-1 pada janin atau justru dapat mencegah infeksi terhadap janin dengan melakukan tindakan isolasi terhadap virus.
KECEPATAN PENULARAN HIV-1 DARI IBU KE JANIN
Transmisi vertikal tergantung sejumlah faktor :
  1. Faktor yang meningkatkan penularan
    1. Ibu menderita AID
    2. CD4 rendah ( < 200 sel / mm3)
    3. Adanya p24 antigenemia
    4. Adanya chorioamnionitis histologis
    5. Persalinan preterm
  2. Faktor yang menurunkan penularan
    1. Adanya antibodi terhadap protein HIV gp 120
    2. Perawatan prenatal yang berkualitas
    3. Pemberian ZDV ( zidovudine )


PERAWATAN PASIEN HAMIL DENGAN HIV
  1. Prinsip : Pemeriksaan HIV adalah merupakan bagian dari pemeriksaan antenatal yang bersifat sukarela.
  2. Konseling adalah bagian penting dari perawatan bagi penderita HIV.
  3. Strategi perawatan bagi ibu hamil berbeda dengan strategi perawatan pada ibu tidak hamil.
  4. Tujuan terapi :
    • Menekan jumlah virus.
    • Restorasi dan preservasi fungsi imunologis.
  5. Pada pasien tak hamil, terapi ditawarkan bila CD4+ T cells , 350 sel/mm3 atau kadar HIV RNA plasma > 55.000 copi/mL.
  6. Pada wanita hamil, terapi harus lebih agresif oleh karena penurunan kadar RNA adalah penting bagi penurunan transmisi perinatal tanpa memperhitungkan CD4+ atau kadar HIV-RNA plasma.


PENCEGAHAN OLEH DOKTER

  • Fokus pencegahan adalah pada PMS-penyakit menular seksual.
  • Lakukan pap smear.
  • Berikan vaksin hepatitis B
  • “ sex aman”
  • Zidovudine 100 mg 5 kali sehari tanpa memperhitungkan kadar CD4
  • Berikan vaksin pneumovax.
  • Sulfa-trimethoprim diberikan bila CD4 < 200 sel/mm3 untuk mencegah infeksi dari pneumonia pneumocystitis carinii.
  • Berikan vaksin influenza pada bulan september – maret.


PERAWATAN PRENATAL OLEH DOKTER
  • Dokter harus memiliki kecurigaan tinggi atas kejadian PMS dan infeksi oportunistik pada penderita HIV-AID.
  • Pada populasi penderita HIV, kejadian IUGR tinggi sehingga perlu pemeriksaan periodik dengan USG.
  • Hitung CD4 tiap semester.
  • Kolposkopi bila hasil pap smear abnormal.
  • Pemeriksaan prenatal umum harus dilakukan seperti biasa.


PERAWATAN INTRAPARTUM OLEH DOKTER
  • Zidovudine intravena diberikan saat awal persalinan dengan dosis 200 mg i.v selama 1 jam dan kemudian 100 mg/jam sampai anak lahir.
  • Hindari tindakan intrapartum yang menyebabkan janin terpapar secara langsung dengan darah ibu.
  • SC menurunkan angka kejadian penularan ibu ke anak ???
  • Pasien hamil dengan CD4 < 200 / mm3 memiliki resiko penularan lebih tinggi bila persalinan berlangsung lebih lama ( > 12 jam ) .


PERAWATAN PASCA PERSALINAN OLEH DOKTER
  • Ditempatkan di ruang terpisah untuk menurunkan kemungkinan penularan ke penderita lain.
  • Konsultasi mengenai pilihan kontrasepsi, IUD tidak boleh digunakan karena status imuno-depresi akan mempermudah terjadinya infeksi panggul.
  • Kontrasepsi pilihan : sterilisasi tuba, kontrasepsi oral, Depo-provera, Norplant dan kondom.
  • Pengaturan jadwal tindak lanjut ibu dan anak.

Dunia Menopause

 Setiap wanita akan mengalami masa menopause. Dimana banyak keluhan yang di alami oleh wanita menopause. hal itu terjadi karena ada penyebabnya. Mari kita lihat dunia menopause dimulai dari fisiologi nya.

 

FISIOLOGI

PERUBAHAN OVARIUM DAN HIPOTALAMUS YANG BERPERAN TERHADAP PERUBAHAN
Perimenopause ( klimakterium ) berawal beberapa bulan atau tahun sebelum seorang wanita berhenti  haid. 
Usia rerata menopause adalah 51 tahun pada saat pasokan oosit berhenti. 
Bayi wanita memiliki sekitar 500.000 oosit dalam kedua ovariumnya, 1/3 diantaranya hilang sebelum pubertas dan sebagian besar sisanya hilang pada masa reproduksi. Pada tiap siklus menstruasi, 20 – 30 folikel primordial dalam proses perkembangan dan sebagian besar diantaranya mengalami atresia. Selama masa reproduksi sekitar 400 oosit mengalami proses pematangan dan sebagian besar hilang spontan akibat bertambahnya usia.
Pada masa premenopause, estradiol yang biasanya dihasilkan oleh sel granulosa folikel menjadi berkurang. Proporsi siklus menstrual anovulatoar meningkat dan produksi progesteron juga menurun.

KADAR HORMON PLASMA 1 TAHUN PASCA MENOPAUSE 
Akibat tidak adanya mekanisme umpan balik negatif estrogen maka produksi FSH dan LH akan meningkat, namun produksi hormon hipofisis lain tidak terganggu.
Kadar FSH serum > 30 i.u / L dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa menopause
Androstenedione sirkulasi terutama berasal dari adrenal yang di konversi oleh lemak sel menjadi estron ( jenis estrogen yang lebih lemah dari estradiol ). Setelah menopause, jenis estrogen inilah yang banyak berada dalam sirkulasi dibandingkan estrogen yang berasal dari ovarium.

GEJALA dan TANDA

Presentation2  

PERDARAHAN PERVAGINAM

Perdarahan pervaginam yang tidak teratur sebelum menopause sering merupakan akibat dari siklus haid yang anovulatoar dan keadaan ini harus dinilai lebih lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma endometrium.
Diagnosa menopause sendiri ditegakkan bila tidak terjadi haid dalam waktu 1 tahun secara berturut turut. 10% perdarahan pasca menopause disebabkan oleh keganasan ginekologi.

HOT FLUSHES

Perasaan subjektif yang tidak enak berupa rasa panas di bagian atas tubuh yang berlangsung sekitar 3 menit. 50 – 85% wanita menopause menunjukkan adanya keluhan vasomotorik ini, namun hanya sekitar 10 – 20% yang mencari pertolongan medis untuk mengatasi keluhan ini.
Keluhan ‘hot flushes’ sering disertai keluhan lain berupa rasa mual, palpitasi , banyak berkeringat dan keluhan ini umumnya berlangsung pada malam hari.
Keluhan ini diduga berasal dari hipotalamus dan terkait dengan pelepasan LH. Diduga bahwa penurunan estrogen akan mengenai sistem alfa-adrenergik sentral yang selanjutnya berakibat pada pusat thermoregulasi dan neuron pelepas LH.
Sekitar 20% wanita mengeluhkan serangan ‘hot flushes’ meskipun masih memperoleh haid secara teratur. Keluhan ‘hot flushes’ mereda setelah tubuh menyesuaikan diri dengan kadar estrogen yang rendah, namun sekitar 25% penderita masih mengeluhkan hal ini sampai lebih dari 5 tahun. Pemberian estrogen eksogen dalam bentuk terapi pengganti hormon efektif dalam meredakan keluhan ‘hot flushes’ pada 90% kasus.

ATROFI UROGENITAL

Sistem genital, urethra dan trigonum vesikalis adalah organ yang bersifat ‘estrogen dependen’ dan secara gradual mengalami atrofi setelah menopause. Penipisan vagina menyebabkan dispareunia dan perdarahan, hilangnya glikogen vagina menyebabkan peningkatan pH yang merupakjan predisposisi infeksi lokal. Inkontinensia urine dapat disebabkan oleh atrofi trigonum vesikalis. Tidak seperti ‘hot flushes’, keluhan atrofi muncul bertahun tahun setelah menopause dan tidak akan membaik secara spontan dengan pemberian estrogen sistemik.

KELUHAN LAIN-LAIN

Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa beberapa keluhan seperti letargi, iritabilitas dapat diatasi dengan memberikan terapi hormonal. Beberapa peneliti, menduga bahwa depresi bukan merupakan akibat penurunan estrogen secara langsung meskipun kenyataannya bahwa pemberian estrogen dapat mengatasi keluhan depresi. Insomnia adalah akibat gejala sering berkeringat dimalan hari , jadi bukan efek langsung dari turunnya kadar estrogen.

EFEK JANGKA PANJANG

Menopause merubah susseptibilitas wanita terhadap penyakit karsinoma mammae – penyakit kardiovaskular dan osteroporosis

KARSINOMA PAYUDARA

Breast_Cancer Meskipun resiko karsinoma payudara meningkat dengan bertambahnya usia, peningkatan resiko menurun setelah menopause.
Resiko karsinoma payudara menurun pada menopause prematur dan meningkat bila menopause berlangsung terlambat ( resiko karsinoma payudara pada wanita yang mengalami menopause pada usia > 50 tahun dua kali lipat dibanding dengan yang terjadi pada usia 40 tahun ) 

PENYAKIT KARDIOVASKULAR

Cardiovascular.Disease Resiko wanita premenopause mengalami penyakit koroner kurang dari 1/5 resiko pada pria dengan usia yang sama. Perbedaan resiko atas dasar gender ini hilang setelah usia 85 tahun. Diduga bahwa estrogen memberikan perlindungan terhadap penyakit vaskular.
Terapi estrogen tunggal pada wanita pasca menopause menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung iskemik. Terapi pengganti hormonal pada wanita berupa pil kombinasi pada wanita pasca menopause yang sudah menderita penyakit jantung meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung iskemik.

OSTEOPOROSIS

osteoporosis
Terjadi akselerasi resorbsi tulang oleh osteoklas pada masa menopause. Pada sel tulang terdapat reseptor estrogen dan estrogen memicu osteoblas secara langsung. Calcitonin dan prostaglandin bertindak sebagaia faktor intermediate dalam jalinan antara etsrogen dengan metabolisme tulang.
Dalam waktu 4 tahun pertama setelah menopause terjadi ‘annual loss’ masa tulang sebesar 1 – 3 % dan setelah menurun, menjadi sebesar 0.6% pertahun. Keadaan ini seringkali menyebabkan fraktur terutama pada bagian distal radius, corpus vertebrae dan femur bagian atas.
Wanita dengan berat badan kurang memiliki resiko osteoporosis yang besar oleh karena adanya penurunan konversi androgen menjadi estrogen perifer.

Tua banget  

DIAGNOSIS 
Diagnosa banding :
  • Sindroma premenstruasi
  • Depresi
  • Disfungsi tiroid
  • Kehamilan
  • Phaeochromocytoma
  • Sindroma karsinoid
Gejala vasomotorik dapat disebabkan oleh pemberian antagonis kalsium dan terapi anti depresi jenis trisiklik. 
Diagnosa menopause ditegakkan secara klinis dan dibuat secara retrospektif setelah terjadi amenorea selama 6 – 12 bulan secara berturutan. Bila meragukan dapat dilakukan pemeriksaan FSH           ( diagnosa menopause ditegakkan bila FSH > 30 u.i / L ). Pada masa perimenopause, kadar FSH biasanya normal dan meningkat pada pertengahan siklus.

TERAPI HORMONAL

Suplemen estrogen adalah dasar dari terapi hormonal pengganti meski harus diingat bahwa progesteron juga berperan dalam menghilangkan gejala vasomotorik. Pemberian estrogen dapat secara sistemik dalam bentuk oral tiap hari , ‘patches transdermal’ 1 – 2 kali seminggu atau implan subkutan setiap 6 – 8 bulan. Terdapat berbagai cara pemberian lain berupa ‘nasal spray’ , krim kulit atau cincin vagina.
Apapun cara pemberiannya, harus diingat bahwa progestogen harus disertakan untuk memperkecil resiko karsinoma endometrium akibat pemberian estrogen saja.

PEMBERIAN PERORAL

Pemberian peroral lebih menguntungkan dibandingkan pemberian parenteral terhadap ‘profil lipid’ dimana terjadi peningkatan kadar HDL dan penurunan LDL, namun lebih menimbulkan resiko trombosis.
image Preparat yang diberikan dapat berupa pil estrogen atau kombinasi estrogen dan progesteron secara terus menerus selama 2 tahun pasca menopause.
Sebagai alternatif dari preparat kombinasi estrogen-progesteron adalah TIBOLONE dan RALOXIFENE. Tibolon adalah steroid sintetik dengan sifat estrogen yang lemah.
Raloxifene adalah SERM – Synthetic Selective Estrogen Receptor Modulator yang memiliki efek estrogenik pada tulang dan metabolisme lemak, namun dengan efek minimal pada uterus dan payudara sehingga tidak efektif dalam mengatasi keluhan menopause. Obat ini bermanfaat dalam mencegah osteoporosis dan tidak menyebabkan perdarahan vagina.

PEMBERIAN TRANSKUTAN

image
‘Patch Transdermal’  dapat berisi estrogen atau kombinasi estrogen – progesteron siklis atau kontiyu. Kadang kadang dapat menimbulkan reaksi kulit lokal berupa hiperemia atau vesikel.
Pemberian dengan cara ini dapat menghindarkan efek samping gastro intestinal dan memperkecil efek produksi lipoprotein dan faktor koagulasi oleh hepar.

IMPLAN SUBKUTAN

Estradiol dapat diberikan sebagai implan subkutan di daerah abdomen bagian bawah setiap 5 – 6 bulan

SEDIAAN PERVAGINAM

  • Tablet estradiol
  • Pesarium yang berisi estradiol dosis rendah
  • Pesarium yang mengandung estriol
  • Krim vagina
Sediaan ini bermanfaat untuk kasus vaginitis atropik.

RESIKO dan EFEK SAMPING TERAPI HORMON

  1. Mual
  2. Payudara tegang
  3. Perdarahan uterus
  4. Karsinoma endometrium
  5. Karsinoma payudara
  6. Penyakit tromboemboli vena

KONTRAINDIKASI

  1. Kehamilan
  2. Penyakit tromboemboli
  3. Riwayat trombosis vena  berulang
  4. Penyakit hepar
  5. Perdarahan vagina yang tidak jelas sebabnya
  6. Hipertensi
  7. Pasien dengan fator resiko kardiovaskular

DURASI PEMBERIAN

Bila terapi hormonal diberikan untuk mengatasi keluhan vasomotorik maka obat diberikan selama 2 – 3 tahun

TERAPI NON-HORMONAL

OBAT

Untuk mengatasi keluhan vasomotor dapat diberikan clonidine yang dapat bekerja secara langsung pada hipotalamus
Keluhan palpitasi dan takikardia dapat diatasi dengan beta blockers
Keluhan non-vasomotorik dapat diatasi dengan sedatif, hipnotik atau antidepresan
Untuk mencegah osteoporosis dapat diberikan calcitonin dan vitamin D

PSIKOLOGIS

Sebagian wanita menopause hanya memerlukan dukungan keluarga. Beberapa stres yang dapat terjadi umumnya diakibatkan oleh kesepian karena anak anak sudah pergi meninggalkan rumah dalam kehidupan rumah tangga mereka masing masing.

Pasangan Infertilitas

PASANGAN INFERTILITAS



BATASAN :
  • Fertilitas : kapasitas untuk hamil dan menghasilkan keturunan
  • Fekunditas : Kemungkinan untuk hamil selama satu siklus bulanan haid.  Angka “normal” = 20 – 25% dengan kemungkinan kumulatif untuk menjadi hamil dalam jangka waktu 12 bulan = 85 – 90%
  • Infertilitas : Ketidakmampuan untuk hamil setelah 12 bulan sering melakukan hubungan seksual tanpa kontrapsepsi.
  • Infertilitas primer : Pasangan tidak pernah mendapatkan kehamilan.
  • Infertilitas sekunder : Pasangan setidaknya pernah mendapatkan satu kehamilan.
ANGKA KEJADIAN :
  • 10 – 15% pasangan usia subur dianggap infertil
  • Prevalensi infertilitas tetap konstan, namun dalam dua dekade ini jumlah kunjungan pada dokter pasangan “tidak subur” meningkat. “Epidemi infertiltas” terutama berhubungan dengan penundaan kehamilan elektif.
FAKTOR RESIKO
  • Fekunditas pada wanita memuncak pada usia 25 tahun dan setelah usia tersebut mengalami penurunan
  • Kebiasaan merokok, penggunaan obat terlarang dan paparan dalam pekerjaan serta lingkungan menurunkan tingkat fekunditas
PEMERIKSAAN AWAL
  • Indikasi pemeriksaan jika pasangan telah berusaha untuk mendapatkan kehamilan sekitar satu tahun. Pada sejumlah kasus, akan lebih baik untuk melakukan penilaian yang lebih awal , seperti misalnya wanita sudah berusia > 35 tahun.
  • Infertilitas adalah kondisi unik dan menimbulkan pengaruh psikis dan emosional yang jelas. sebagian besar pasangan memandang “kegagalan” mereka untuk mencapai kehamilan sebagai krisis kehidupan ketika mereka merasa tidak berdaya.
  • Tujuan utama evaluasi infertilitas adalah:
    • Memperoleh pendekatan rasional terhadap diagnosis,
    • Menghasilkan suatu penilaian akurat mengenai kemajuan saat itu dan prognosisnya
    • Menjelaskan pada pasangan mengenai fisiologi reproduksi
  • Anamnesis : Keterangan rinci yang diperlukan meliputi :
    • Usia pasangan
    • Kehamilan sebelumnya
    • Lamanya usaha pasangan untuk mendapatkan kehamilan
    • Riwayat seksual (frekuensi, penggunaan bahan pelicin, impotensia) 
  • Pemeriksaan Fisik :
    • Kelainan endokrin (hirsuitisme, galaktorea, tiromegali)
    • Patologi ginekologi : mioma uteri
  • Pemeriksaan Laboratorium :
    • Hitung darah lengkap
    • Urinalisis
    • Papaniculoau smear
    • Glukosa darah puasa
PEMERIKSAAN DASAR
Penyebab umum infertilitas di evaluasi dengan cara :
  1. Dokumentasi ovulasi
  2. Hasil analisa semen
  3. Evaluasi kepatenan tuba
  4. Laparoskopi diagnostik (jika ada indikasi)
PENYEBAB INFERTILITAS
pIE cHART eTILOGI iNFERTILITAS
FAKTOR WANITA (50%)
1. FAKTOR OVARIUM (ANOVULASI) – 20%
    • Anamnesis : Amenorea sekunder – menstruasi tidak teratur.
    • Pemeriksaan fisik : Obesitas – Hirsuitisme – Galaktorea
    • Pemeriksaan Skrining :
      • Tersedia perangkat urine untuk deteksi secara akurat “LH surge” pada pertengahan siklus haid yang menunjukkan adanya ovulasi
      • Metode lain :
        • Pencatatan suhu basal
        • Pengukuran kadar progesteron harian
bbt2
Grafik suhu badan basal yang di ukur pada pagi hari
image
Konsentrasi hormon selama siklus menstruasi

2. FAKTOR TUBA dan PERITONEUM - 20%
  • Anamnesis :
    • Riwayat infeksi panggul atau kehamilan ektopik --~-- perlekatan organ panggul?
    • Dismenorea sekunder , nyeri panggul siklis –~—endometriosis ?
    • Faktor resiko tak jelas dijumpai pada 50% kasus infertilitas !!
  • Pemeriksaan fisik: tanda endometriosis
  • Pemeriksaan skrining :
    • Hysterosalphyngography
    • Hysterosalphyngo contras sonography
    • Laparoskopi diagnostik dengan “tubal lavage”
  • Terapi : Pembedahan atau FIV – fertilisasi in vitro
3. FAKTOR SERVIK – 10%
  • Anamnesis :
    • Riwayat riwayat pembedahan servik—~— biopsi konus atau kauterisasi servik
    • Paparan DES – diethylstilbesterol   –~—endometriosis ?
  • Pemeriksaan fisik: abnormalitas servik, lesi servik
  • Pemeriksaan skrining :
    • Post coital test – melihat interaksi lendir servik dengan sperma.
    • Post coital test : Lendir servik dari yang berasal dari kanalis endoservikalis diperiksa sesaat setelah sanggama. Temuan yang memperlihatkan adanya 5 – 10 sperma progresif per “high power field” dalam lendir jernih aseluer dengan “spinnbarkeit” (elastisitas lendir servik yang tinggi) > 8 cm umumnya dapat diandalkan untuk menyingkirkan kemungkinan faktor servik
  • Terapi : IIU - INSEMINASI INTRAUTERUS
FAKTOR PRIA
FAKTOR PRIA
PARAMETER NORMAL ANALISA SEMEN
  • Anamnesis : Cedera testis, infeksi genitourinaria, kemoterapi, parotitis pada masa kecil
  • Pemeriksaan Fisik : Hipospadia, varikokel, kriptorkismus (testis kecil) , kelainan penis
  • Pemeriksaan Skrining : Analisa semen . Sejumlah sampel harus di analisa ulang karena adanya fluktuasi individual
  • Pengobatan : Pembedahan terhadap kelainan yang ada. FIV (fertilisasi invitro) dengan atau tanpa ICSI (intracytoplasmic sperm injection) atau inseminasi donor.
INFERTILITAS YANG TAK DAPAT DIJELASKAN
Anamnesis : Istri dapat ber ovulasi dan memiliki tuba falopii yang paten ; suami setidaknya memiliki > 20 juta sperma motil saat ejakulasi.
Pemeriksaan fisik dan skrining : normal
Pengobatan : induksi ovulasi dan IIU dengan sediaan sperma segar yang baru diejakulasi
PROGNOSIS
  • 50% pasangan infertil dengan etiologi yang ter identifikasi berhasil mencapai kehamilan.
  • 60% pasangan infertilitas dengan etiologi yang tak dapat dijelaskan dan tidak menerima terapi akan mendapatkan kehamilan dalam waktu 3 – 5 tahun
  • Keputusan tersulit adalah untuk menentukaan saat dihentikannnya intervensi dan menentuakan saat melakukan adopsi